Kepepet, atau menurut istilah Pak Johannes Surya (mestakung) adalah kondisi kritis. Menurut beliau, kondisi kritis itu bahkan perlu diciptakan. Berdasarkan teori fisika yang dijelaskan oleh Pak Johannes, kondisi kritis itu akan membuat dunia di sekitar titik
kritis akan mendukung untuk terciptanya keseimbangan baru.
Misalnya kasus banjir. Air awalnya normal dan tenang, kemudian mencapai titik kritis yang pertama, yaitu kondisi level merah seperti yang ditunjukkan di pintu air Manggarai. Kemudian, terjadi ledakan alias banjir. Beberapa saat kemudian, air akan mencapai titik kritis kedua, yaitu saat ia mulai menyusut. Kemudian terjadi ledakan kedua, di mana air akan menyusut dengan sangat cepat. Dan akhirnya, air akan mencapai keseimbangan kembali.
Begitu pula halnya dengan tanah longsor.
Dalm konteks non manusia seperti di atas, kondisi kritis itu memang sudah alamiah dan dari sononya memang begitu. Dalam konteks manusia,
hal ini juga sering dianjurkan.
Itu sebabnya, jika Anda punya rencana, apa yang paling penting adalah timing. Mau dapat uang 10 juta? Tentukan kapan hari dan tanggal serta
jamnya. Tanyalah pada setiap coach dan motivator sukses, jawabannya akan sama, yaitu pastikan tanggalnya. Bahkan, mereka mengatakan
itulah bedanya antara impian sukses dan mimpi di siang bolong.
Rencana tanpa deadline sama juga dengan mimpi di siang bolong. Dengan deadline, barulah ia menjadi rencana yang mengarah pada tindakan.
Sebab, penetapan tanggal dan jam itu, akan menjadi semacam “hutang” bagi yang bersangkutan. Dan dengan itu, cepat atau lambat, ia akan
bergerak merealisasikan rencana.
Dalam konteks LOA yang fokusnya adalah manusia yang punya pilihan, conditiong semacam itu untuk manifestasi tidak dianjurkan. Mengapa,
karena manusia bisa memilih antara merasa “harus” dan merasa “ingin”. LOA berfokus pada “ingin”.
Dasarnya adalah positive thinking dan positive feeling. Sehingga,lebih baik untuk menciptakan “impian” daripada menciptakan “target”
yang malah menjadi beban. Dalam “kepepet”, fokusnya adalah menghindari sesuatu. Dalam “bermimpi” fokusnya adalah meraih sesuatu.
Secara netral (NLP presupposition) , “menghindari” sesuatu itu baik dan “mengejar” sesuatu itu baik. Why? Sebab manusia punya pilihan,
dan apa yang dipilih logikanya pasti baik menurut dirinya sendiri.
Dengan kata lain, Mestakungnya Pak Johannes adalah pendekatan negatif, dan LOA adalah pendekatan positive. Ini bukan soal benar
atau salah, tapi cuma pendekatan aja. Dalam prakteknya, hal ini erat hubungannya dengan tipe manusia X dan manusia Y. X itu harus dipaksa,
dan Y itu harus dimotivasi. X dengan punishment, dan Y dengan reward.
Saya pribadi, lebih menyukai pendekatan LOA, positif, dan Y. Ini juga tidak mutlak, karena sekali lagi manusia adalah makhluk yang punya
kemampuan memilih. Saya tidak setuju jika kita harus ekstrem dalam memilih salah satu pendekatan.
Mendingan, kita gabung aja pendekatan itu, yang hasilnya akan lebih mendekati konsep NLP di mana di dalam NLP itu ada “hidden
proposition” yang bunyinya:
“What ever works; Works.”
Ini lebih netral dan justru lebih memperkaya. Saya sendiri lebih menyukai bobot yang lebih besar pada pendekatan positif (setidaknya
setelah saya belajar LOA) ketimbang pendekatan negatif.
Contoh nyatanya begini: Kalo ustadz berdakwah dengan pendekatan negatif, maka isi dakwahnya adalah neraka, ancaman, dan vonis.
Sebaliknya kalo pendekatan positif, maka isi akan surga, iming-iming, dan peluang sukses.
Sesuai keyakinan agama saya, dalam beribadah kita lebih banyak bersyukur ketimbang beristighfar. Sebab, sebelum kita berdosa, kita
sudah lebih dahulu menerima nikmat. Lahir jadi orang aja udah patut disyukuri. Coba kalo lahir jadi toge? Pan gak lucu.
Jadi, hubungannya memang erat, tapi penggunaannya tidak bisa lepas dari sistem keyakinan kita yang mendasar, yaitu keimanan.
Ada yang positif, ada yang negatif, ada yang netral. Mana yang benar? Stop! berhentilah di situ, dan cukup jalani, dan yakini saja
keyakinan masing-masing. Yang jelas, jika semua pendekatan itu dipelajari dan dipahami, pasti bermanfaat untuk mencerahkan kehidupan.
by ikhwan sopa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar