Tandyo Hasan adalah wisudawan Universitas Airlangga (Unair) dari program doktoral pada Fakultas Pascasarjana Unair, Surabaya, yang diwisuda bersama istrinya, Dr Inge Soesanto, SH, MKn., dan anaknya, Michael Hans SH pada 18 April 2009.
"Awalnya, ada dosen pembimbing menilai bahwa kami bisa masuk MURI karena kami merupakan pasangan yang sering kuliah bersama dan bahkan ujian juga bersama," ucap Dr Tandyo Hasan, SH, MH, MKn. "Ungkapan dari dosen pembimbing itu akhirnya membuat saya iseng-iseng mengajukan surat ke Muri (Museum Rekor Dunia Indonesia). Kalaupun kami akhirnya benar-benar diwisuda bersama itu sebenarnya enggak ada yang istimewa, melainkan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa," katanya.
Dalam surat tertanggal 7 April 2009, Muri menganugerahi tiga kategori penghargaan rekor, yakni ayah, ibu, dan anak yang wisuda bersamaan; suami-istri yang menempuh program doktor bidang ilmu hukum secara bersamaan; dan Unair yang mewisuda satu keluarga dalam waktu bersamaan.
Ketiganya diwisuda Rektor Unair Surabaya Prof H Fasich Apt dalam upacara wisuda yang diikuti 1.889 wisudawan, yakni 1.374 wisudawan S-1, 162 wisudawan S-2, 53 wisudawan S-3, dan 300 wisudawan D-3.
"Kami sebenarnya sudah pernah menghadiri upacara penerimaan mahasiswa baru secara bersamaan pada tahun 2005. Saat itu, saya dan istri menjadi mahasiswa baru S-3 di bidang ilmu hukum dan anak kami menjadi mahasiswa baru S-1 di Fakultas Hukum," tuturnya.
Menurut notaris itu, dirinya dan istri juga diuji pada hari yang sama saat ujian tertutup program doktoral (S-3) Ilmu Hukum pada tanggal 25 Agustus 2008, tapi saat ujian terbuka program doktoral tidak bisa bersamaan.
"Itu karena penyanggah dalam ujian terbuka di Pascasarjana Unair itu terbatas, karena itu saya menjalani ujian terbuka program doktoral pada tanggal 21 Oktober 2008 dan istri pada tanggal 23 Oktober 2008," papar alumnus Fakultas Hukum (FH) Unair Surabaya tahun 1997 itu.
Setelah itu, kata ayah dari dua anak itu, dirinya pun memacu semangat anaknya, Michael Hans, yang saat itu masih semester tujuh di FH Unair untuk segera menyelesaikan studi S-1 agar bisa wisuda bersamaan. "Tapi, saya tidak memaksa dia, karena itu saat pertama mengajukan usulan ke Muri itu belum ada nama Michael Hans. Ketika Michael Hans bisa benar-benar lulus, maka saya mengirimkan surat lagi ke Muri dan akhirnya ada revisi pada tanggal 7 April itu," ujarnya.
Memotivasi anak
Tandyo Hasan mengaku kuliah lagi untuk memberikan motivasi kepada anaknya. Dia kuliah magister (S-2) pada tahun 2002 dengan program studi Hukum Bisnis. "Saat mengambil S-2 Hukum Bisnis itu, Inge masih punya hobi menyanyi dan sedang merilis album indie, bahkan ada dua album," tegasnya.
Namun, katanya, saat dirinya mengambil S-2 spesialis kenotariatan di Unair pada tahun 2002, Inge pun ikut menempuh S-2 kenotariatan itu sehingga mereka berdua pun "bertemu" dan bahkan pertemuan berlanjut hingga ke jenjang doktoral Ilmu Hukum.
"Saat kami mengambil program doktoral pada tahun 2005 itulah, anak kami Michael diterima di FH Unair melalui SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), sehingga tahun itu kami bertiga pun diterima sebagai mahasiswa baru Unair oleh rektor," katanya.
Terkait wisuda dirinya yang bersamaan dengan kedua orangtuanya, Michael Hans merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan juga berterimakasih kepada Unair. "Saya juga bersyukur kepada Airlangga (Unair) karena saya tidak mungkin ada kalau tidak ada Airlangga, sebab papa dan mama ’ketemu’ di Airlangga," tuturnya tersenyum.
Michael yang kini merangkap kuliah di International Bussiness Management Universitas Kristen Petra Surabaya itu mengaku tidak dipaksa kedua orangtuanya mengambil studi di Fakultas Hukum Unair. "Saya tidak dipaksa kok, tapi mungkin karena saya hidup di tengah-tengah lingkungan kedua orangtua yang sama-sama studi ilmu hukum, maka saya pun tertarik dengan bidang hukum, bahkan saya juga merasa punya guru les pribadi kalau ada kesulitan," ucapnya tersenyum.
Senada dengan itu, istrinya, Inge Soesanto, menyampaikan terimakasih kepada Unair yang memberi kesempatan kepada dirinya yang alumnus S-1 Ubaya (Universitas Surabaya) untuk menempuh magister dan akhirnya doktoral di Fakultas Pascasarjana Unair.
"Kaum perempuan umumnya disibukkan sebagai ibu rumah tangga, tapi saya justru sebaliknya, saya bersemangat kuliah lagi untuk berkomunikasi dengan anak dengan ilmu yang sama. Kami sering berdiskusi soal kampus dan hukum sampai pukul 04.00 subuh," katanya.
Kendati mereka bertiga akhirnya diwisuda bersamaan, agaknya mereka tidak mengira akan masuk rekor Muri karena awalnya bukan rekor, melainkan semangat belajar dan semangat memberi motivasi keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar